Catatan Kotak Mimpi
5 Feb 2010
"Senangnya dengar Si Eneng bersuara..."
Neng, duduk sini ya... Aa mau ikut maen"
Begitulah pesan Jijeh kepada adiknya waktu itu. Saat RBA mengadakan event dalam rangka menyambut 17 Agustus sekitar dua bulan yang lalu.
Setelah lama Jijeh tak kelihatan, jarang sekali berkunjung ke RBA selama kurun waktu yang bisa dibilang cukup lama. Tiba-tiba hari itu, Jijeh datang bersama si Eneng.
Eneng, anak mungil yang manis, dan tak banyak bicara, bahkan mungkin hampir tak ada patah kata yang pernah kami dengar dari mulutnya yang memang sangat mungil.
Dengan tetap memeluk boneka yang dibawanya, si Eneng merengek tak mau jauh-jauh dari kakaknya, Jijeh.
"A Jiijeeeeh, A Jiijeeh..." begitu rengekan Eneng dengan air muka ketakutan.
"Sini sayang,,, Eneng sama mbak aja yuk... Kita maen boneka-bonekaan" hiburku pada Eneng.
Tapi, tak cukup membawa hasil. Si Eneng tetap kekeh menghampiri Jijeh yang sedang maen outbound sederhana yang kami adakan di halaman RBA.
Aku tak boleh menyerah. Aku penasaran, ingin berhasil mengajak Eneng main. Bahkan mbak Eka juga sama penasarannya denganku. Kenapa si Eneng tak mau bicara pada kami? Duch...ingin sekali dengar suaranya.
Alhamdulillah, walaupun si Eneng tetap diam, setidaknya dia sudah berhasil aku bujuk main. Menyusun bentuk orang-orangan, dengan tetap memeluk bonekanya. Dia hanya melihat, justru tanganku yang aktif menggerakan mainan. Memancingnya hingga dia tersenyum, tapi tetap saja usahaku nihil. Si Eneng hanya menatap mainan, dan sesekali menatapku dengan penuh perhatian.
Beberapa menit kemudian, si Eneng sudah sibuk dengan mainannya, dia bermain sendiri, duduk dengan tenang di sebelah hard board yang disandarkan ke almari tak jauh dari posisi si Eneng duduk.
Aku dan mbak Eka juga sibuk mentransfer foto-foto kegiatan pagi itu. Dan tiba-tiba, "brakkk". Suara apa itu? Sungguh memecah telinga. Sontak semua kaget, dan kami langsung menengok ke sumber suara.
Astaghfirullah... Si Eneng... Si Eneng tertimpa hard board yang ada disebelahnya. Tubuh mungil Eneng berada di bawah hard board, sementara hard board sampai retak saat menimpa kepala si Eneng.
Kami serta merta panik, dan segera mengangkat hard board dari tubuh si Eneng. Masya Allah... Pasti sakit ya Neng? Tapi apa yang kami duga, ternyata meleset, si Eneng tetap diam membisu. Tak menangis sedikit pun. Jijeh terus bertanya, "Eneng sakit?" sambil mengelus lembut kepala si Eneng.
Aku terharu melihatnya. Sekaligus menyesal, kenapa ceroboh membiarkan benda berat dan berbahaya bagi anak-anak, justru diletakan diruangan RBA. Betapa terharu melihat Jijeh bisa menjadi seorang kakak yang sangat perhatian pada adiknya. Semoga hingga kelak pun akan tetap begitu. Amiin
18 Oktober 2009
Cukup lama RBA beristirahat, dan kini belum juga bisa dibuka kembali sejak pengklasifikasian buku-buku agar bisa segera dipinjamkan.
Pagi itu, Jijeh bersama si Eneng membeli sesuatu di warung ibuku. Memang, hampir setiap pagi Jijeh membeli kopi susu atau terkadang sabun cuci. Tentu saja dengan membawa si Eneng, adik kesayangannya.
"Beli kopi bu." kata jijeh padaku.
Aku pun segera mengambilkan kopi ABC Mocca sesuai permintaan Jijeh.
"Aa... Neng minta permen."
"Aa... Neng minta permeeen" rengek si Eneng.
"udah, udah, ga boleh." jijeh melarangnya.
"A aaa...minta peermeeeen, Aa... Neng minta peeermeeeen." rengek Eneng bertambah manja.
"Ya udah bu, loli popnya satu." Kata jijeh menuruti permintaan adiknya.
Aku menyerahkan permen pada Jijeh, dan jijeh meledek si Eneng, tak memberikan permen padanya.
"yuk."
"Aa...permennya mana? Punya Eneng!"
"Bukan, ini punya Aa" Jijeh terus meledek.
"Mana A...itu punya Eneng...permennya punya Eneeeng!"
Akhirnya Jijeh memberikannya, dan menggandeng adik kesayanganya. Aku tersenyum saat mereka pergi beberapa langkah meninggalkanku.
"Akhirnya... Si Eneng bicara, si Eneng bersuara..." Desisku dalam hati beserta kegembiraan yang menyeruak di dada;)
"Si Eneng, nanti main lagi ya.."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar